Kamis, 18 Februari 2010

Belajar Kesabaran dari Teman (23082009)

"Wah! hari ini kan hari terakhir menjelang Ramadhan besok kan udah mau puasa, hari juga masih siang, jadi masih ada waktu untuk ke rumah teman lamaku, udah kangen berat nich, bertahun-tahun ga ketemu!" bisikku dalam hati, kebetulan hari Jumat ini, kami boleh pulang lebih awal sekitar pukul 12 siang setelah acara Pesantren Kilat di sekolah Lazuardi dan aku teringat akan teman lamaku sewaktu sama-sama mengajar di Bintaro sekitar 6 tahun yang lalu, Uni Mumpuni namanya.

"Assalamu'alaikum, Hai Ni, apa kabar? kau ada dimana sekarang aku pingin ketemu nich!...ooo kalo gitu aku susul kau ke Mall Cinere ya!", pangeran birukupun langsung melesat meninggalkan sekolah menuju ke sebuah mall di bilangan Cinere.

Sampai di tempat, segera kuposisikan pangeranku di tempat istirahatnya yang cukup nyaman, dinaungi rindangnya pohon-pohon bersama teman-teman sesama roda dua.

"Halloo, aku udah sampai nich, kita ketemu di pintu utama ya!", kakikupun melesat bergegas mencari letak pintu utama.

"Here you are!", bisikku dengan gembira. Akhirnya aku dipertemukan kembali dengan salah seorang sahabatku yang sangat baik hati. "Uni!", segera kupanggil namanya. Sesosok wanita berbalut baju merah muda (atau ungu ya?) dengan warna jilbab senada menghampiriku dengan senyum khasnya yang merekah. Dengan hangat, ia pun berbalik menyapaku "Hurry!".

Jabat tangan tanda persaudaraanpun kami lakukan dan segera dilanjutkan dengan cipika cipiki. "Apa kabar Ni? pingin ngobrol-ngobrol nich udah lama gak ketemu!", ingin rasanya segera kutumpahkan rasa kangenku dengan saling bertukar cerita panjang lebar tentang kabar kami masing-masing selama ini.

"Kita cari tempat duduk dulu yuk, masa ngobrolnya sambil berdiri", kata Uni bersemangat. Sambil berusaha mencari tempat yang cocok, akupun segera membisikkan sesuatu ke telinganya, "Sorry ya Ni, aku sebenernya pingin nraktir kamu makan tapi aku inget aku cuma bawa uang 10 ribu, kartu ATMku ada di rumah (padahal isinya juga udah nggak banyak sich, hehe...), gimana ya?", sebenarnya aku malu juga kalau harus terus terang begini tapi daripada nantinya jadi memberatkan temanku, "Ya udah kita BS-BS aja, aku juga lagi nggak bawa uang banyak", katanya (tapi masih lebih banyakan Uni koq hehe... meskipun dia habis nebus obat di apotek).

Ya, sebuah food court adalah tempat yang cocok untuk mengobrol. Dua cup teh poci polos seharga 5 ribu menjadi bagianku sedangkan satu porsi rujak buah seharga 8 ribu giliran Uni yang menjadi bosnya hehehe... (biarpun cuma bisa beli minuman dan makanan yang murah tapi pengalaman yang kudapat darinya begitu mahal harganya).

Panjang lebar kami bertukar cerita, aku sangat bersyukur bisa bertemu lagi dengan sahabatku ini, pengalaman hidupnya yang penuh perjuangan dan kesabaran begitu membuat mataku terbuka dan hatiku mengharu biru dibuatnya.

Kesabaran yang panjang berhitung tahun dalam mengurus dan menjaga kakak yang ia sayangi dengan setulus hati yang sedang terkena sakit parah saat itu. Memang ia mengakui bahwa ia bukanlah manusia yang sempurna yang tidak pernah mengenal kata lelah. Ketika perasaan lelah itu hadir pada dirinya yang dapat terbaca dalam sikap atau wajahnya, segera ia menyadarinya dan kembali pada ketulusan hatinya semula. Alhamdulillah Uni pun tidak sendiri dalam meraih ridho Allah dengan mengurus kakak yang disayanginya tersebut, masih ada saudaranya yang lain yang siap membantunya pula.

Dengan telaten dan penuh cinta darinya, baik mengurus kebutuhan pribadi maupun kebutuhan jiwa sang kakak, Uni sanggup melakukannya. Merawat bak suterpun rela ia lakukan, banyak waktu yang ia luangkan baik saat di rumah, dua bulan di rumah sakit maupun setelah kembali lagi ke rumah.

Selalu ia jaga orang tersebut meskipun hampir setiap malam harus terbangun untuk sekedar memiringkannya yang masih lemah tak berdaya. Tidak lupa, selalu ia jaga sikapnya di depan sang kakak dengan selalu menghiburnya, memberi semangat hidup untuknya dan mengajarkan arti kepasrahan dan keikhlasan dalam menjalani hidup ini meskipun sang kakak harus menjalani berbagai operasi dan perawatan yang intensif.

Uni telah menguatkan hati dan meyakinkan orang yang disayanginya itu bahwa Allahlah yang menentukan segalanya termasuk umur manusia walaupun secara medis tidak akan bertahan begitu lama. Selain itu, Uni juga semakin pandai menjaga perasaan kakaknya, ia ciptakan perasaan tenang di hatinya salah satunya sang kakak tidak harus tahu begitu besar biaya yang juga harus dikeluarkan untuk pengobatannya yang mencapai jauh di atas 100 juta (maaf ya Ni, kalau aku menuliskan ini)... sungguh ini telah membuatku terharu dan terkagum-kagum atas kesabaran, keikhlasan, perjuangan serta pengorbanan dirinya, sahabatku. "Uni, surgalah balasan untukmu!" terucap kataku padanya.

Dengan terus berusaha menjaga ketulusan hatinya, selalu ia rawat orang yang disayanginya tersebut. Uni pun menyadari bahwa ia harus lebih banyak bersyukur atas kondisi kesehatan yang Allah berikan untuknya meskipun Allah belum mempertemukan jodoh untuknya saat ini. Menurutnya apa yang ia alami sungguh tidak sebanding dengan apa yang dialami atau dirasakan oleh kakaknya. Tidak lupa iapun terus berusaha dan memohon pertolongan Allah agar diberikan pendamping hidup yang dapat membimbingnya untuk lebih dekat pada Allah.

"Ya Allah, kabulkanlah permohonan sahabatku ini ya Allah, wujudkanlah permintaannya, pertemukan ia dengan jodoh yang Kau ridhoi, ya Allah, tetap kuatkan hatinya untuk terus tegar dan berusaha".

Di akhir pertemuan yang berkesan ini, kami pun berpelukan untuk berpisah kembali. "Kapan-kapan, kita lanjutkan lagi ceritanya ya", katanya padaku.

Kembali kususuri jalan pulang masih dengan pangeran biruku, sempat terbersit dalam hatiku, apakah aku akan seperti itu nantinya dengan penyakit yang judulnya sama dengan penyakit yang sedang kuderita...Segera kuhapus lamunanku, "Aku akan sembuh sempurna seperti sediakala", ucapku dalam hati sambil kuyakini itu sepenuhnya.

"Ya Alah, sungguh dibalik penyakitku ini telah begitu banyak hikmah yang telah kau perlihatkan padaku, aku bersyukur masih Kau beri nafas panjang untukku, masih Kau kuatkan kaki ini untuk melangkah di jalan-Mu, masih Kau gerakkan tangan ini untuk berbuat kebaikan, masih Kau beri kesempatan untukku untuk meraih limpahan rizki dari-Mu, masih Kau beri aku waktu untuk berkumpul berbahagia dengan keluargaku dan dengan orang-orang yang menyayangiku lainnya, dan masih, masih, masih, masih baaaaaanyaaaaak lagi karunia-Mu padaku, Ya Allah".

"Ya Allah berikan aku yang terbaik dalam pandangan-Mu untukku, yang dengan itu akan lebih mendekatkan aku pada-Mu, Amin Ya Rabbal Alamin."

Terimakasihku setulus hati untuk sahabatku tercinta, Uni Mumpuni....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar